25 September 2009

Silaturahmi vs Budaya

Silaturahmi versus budaya
Kang andrie

Terik matahari di siang hari secara mendadak sirna manakala kaki telah menjejak di lantai yang bersih menuju tempat berwudhu di Mesjid Al Jihad Jalan Garut 1A Bandung. Sesaat kedua belah tangan menggenggam air jernih yang sejuk dan membasuh kulit muka diiringi sebuah doa untuk membersihkan jiwa dan raga menuju ke HaribaanNYa dalam shalat jum’at perdana di bulan Syawal ini.

Silaturahmi menjadi pokok bahasan yang menarik di siang hari ini, apalagi terdapat sebuah ungkapan dari khotib yang menyatakan bahwa tindakan silaturahmi pasca idul fitri yang diwujudkan atau dikemas dalam acara halal bi halal dengan saling bersalam-salaman atau cipika cipiki (cium pipi kanan- cium pipi kiri) ternyata tidak sesuai dengan tuntutan ajaran islam jika dilakukan dengan selain muhrim….. jadi?

Khotib melanjutkan.. Nabi Muhammad Saw menolak bersalaman dengan selain muhrimnya karena ajaran islam mengharuskan demikian, trus….. photo salaman yang ada di halaman depan koran Pikiran Rakyat hari ini bagaimana?... khan salaman dengan selain muhrim????...

Disini diperlukan pengkajian mendalam dan komprehensif karena dimensi yang digunakan mungkin saja berbeda. Aktifitas silaturahmi yang marak setelah pelaksanaan shalat Iedul Fitri dengan bersalaman dan bermaaf-maafan dengan sanak saudara, tetangga, rekan dan pimpinan di tempat kerja lebih kental pada konteks budaya masyarakat indonesia yang memang merupakan bangsa yang memiliki kebiasaan dalam peri kehidupan yang khas dengan adat ketimuran. Berarti dimensi budaya yang melatar belakangi aktifitas silaturahmi tersebut dan tentunya secara pribadi kitapun terlarut dan terlibat dalam bersalaman ataupun cipika cipiki tersebut meskipun dalam kapasitas terbatas.

Silaturahmi dalam konteks agama islam diantaranya adalah :
1.Mengajak dalam kebaikan setiap saat.
2.Saling bertegur sapa.
3.Mencegah dan menghindari kesulitan/kesukaran
4.Saling mengingatkan dalam konteks kebaikan
5.Menyambungkan sesuatu yang akan mendatangkan kebaikan.
6.Silaturahmi tidak hanya aktifitas kontak phisik tetapi bisa dengan doa.

Berarti tidak hanya momentum pasca lebaran saja kita harus berilaturahmi tetapi setiap saat dalam koridor kebajikan. Selanjutnya mencegak terjadinya sesuatu kerugian atau kecelakaan juga merupakan silaturahmi seperti membantu menyeberangkan orang tua di jalan yang padat lalu lintas yang tentunya harus dengan ikhlas, bukan ada tujuan khusus seperti dengan sigap membantu menyebrangkan karena yang mau menyebrang adalah remaja putri yang cantik… hihihi… pengalaman kali yeee..

Silaturahmi juga ternyata tidak hanya kontak phisik saja, dapat dilakukan melalui do’a baik kepada yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal dunia. Juga bisa dilakukan dengan melanjutkan kegiatan dari orang tua yang sudah meninggal dan dilaksanakan oleh anak cucu keturunannya, sehingga silaturahmi ternyata memiliki dimensi yang sangat luas dan beraneka.

Trus aktifitas silaturahmi halal bi halal di kaitkan dengan jabat tangan dan cipika cipiki dengan bukan muhrim yang dilakukan di lingkungan kerja dilanjutkan dengan makan makan dan berbagai hidangan serta di meriahkan oleh group musik yang tiada henti membuat suasana yang tercipta menjadi meriah dengan penyanyi yang berpakaian serba terbatas, apakah berarti halal bil halal dalam arti menghalalkan sesuatu yang menjadi jalan dalam mendekati maksiat?????.... audzubillahi mindzalik.. wallahu alam bissowab.

Pikiranku melayang dan berkreasi dalam koridor dilematis antara konsep silaturahmi dalam ajaran islam dengan kebiasaan yang membudaya dalam berbagai elemen masyarakat kita. Tetapi satu keyakinan terbetik bahwa tetap ada jalan keluar dari berbagai permasalahan yang terjadi dan semakin terasa betapa secara ilmu agama diriku masih sangat dangkal dan masih harus banyak belajar dan belajar…

Terima kasih Ya Allah atas pelajaranmu hari ini… dan iqomahpun berkumandang mengajak jemaah untuk menunaikan shalat jumat yang penuh barokah ini..
Amiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar