12 Februari 2012

Pelajaran sore hari di TPS4



Disudut kamarku menumpuk sobekan kertas dan plastik bekas yang terdiam berdesak-desakan di bekas kardus air mineral sehingga menjadi penghias semakin amburadulnya kamar ini. Pelan tapi pasti kardus air mineral tersebut mulai bergeser ke luar kamar dan mendekati pintu mushola, tapi tetep aja mengganggu pemandangan. Meskipun satu dua hari masih bertahan, pada hari ketiga dengan berat hati kardus dan sampah kertas juga plastik bekas itu diangkat melangkah mengikuti ayunan kaki ini meringsut menuju halaman depan tempat pembuangan sampah sangat sementara sekali (TPS4).

TPS4 hanya sebuah bak mandi bekas dari adukan semen yang sudah rusak diujung-ujungnya, disimpan dibawah ‎​pohon pisang sebagai penanda bagi petugas sampah agar mudah mengangkutnya, meskipun sering juga jadi tempat kucing mengais rejeki sesuap nasi.. Atau tikus yang bergerak waspada memakan sisa_sisa makanan serta terkadang pengemis nyasar yang nongkrong disitu.

Sesaat jari jemari dengan cekatan mengeluarkan isi kardus tersebut dan tumpah ke TPS4 tersebut tanpa bisa melakukan protes atas kesewenang-wenangan ini... Kok jd orasi yach?.

Selain kertas berkas sisa dan plastik bekas terdapat juga beberapa potong koran yang biasanya digunakan untuk membesarkan api pada saat dibakar.  Selanjutnya jari tangan bersegera menyekeskan.. Menyalakan korek api dan menempelkannya pada koran bekas tersebut dan wusssssst.. Api membesar serta melalap aneka kertas di sekitarnya sementara plastik mengkerut dan merengkel dalam gulungan api yang menari dengan liukan serba merah dengan lidah menjulur merah membara.

Prosesi pembakaran hampir berakhir dengan habisnya sampah dalam kardus tersebut dan kardusnya pun akan menjadi barang terakhir yang terbakar...

Tetapi.... Tiba-tiba berkelebat sebuah bayangan hitam dengan memegang senjata panjang berujung runcing menyerang ke arahku, sambil berkata :"awassss.... Dan dengan refleks diriku mundur dan melakukan kuda-kuda atas serangan tersebut.

Ternyata senjata itu berupa besi panjang melengkung dengan ujung tajam dan langsung dihunjamkan ke kardus terakhir yang sebentar lagi akan berubah menjadi abu di lalap si api merah dan yang memegangnya adalah seorang ibu dengan pakaian muslim dengan warna lusuh sambil berkata : "sayang pak, jangan dibuang".. Lalu membawa dus bekas itu ke gerobak dorong yang ia bawa dan sudah hampir dipenuhi oleh berbagai kardus, plastik dan beberapa kayu bekas.

Terhenyak dan terpana....



Betapa berharganya sebuah kardus bekas air mineral bagi ibu itu sementara diriku hanya menganggap kardus tersebut sebagai bagian dari sampah yang bisa dibuang dan dimusnahkan dan dibakar kapan saja.

Sambil menatap punggung ibu tersebut menghilang dari sapuan pandangan, terpetik sebuah nilai berharga bahwa jangan menganggap sebuah barang itu tidak bernilai atau kurang bernilai, karena ternyata bisa memiliki nilai yang besar bagi orang lain, sebuah kardus yang sederhana itu bisa menjadi nilai rupiah dan menjadi beras untuk dinikmati si ibu dan anak-anaknya.

Pelajaran berharga ternyata datang dengan cara yang tidak terduga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar